Filsafat Sejarah Menurut FR Ankersmit

F.R. Ankersmit (1987) mengemukakan tiga unsure filsafat sejarah, yaitu sejarah penulisan sejarah, filsafat sejarah spekulatif, dan filsafat sejarah kritis. Uraian singkat dari masing-masing unsure adalah sebagai berikut:

1. Sejarah penulisan sejarah (historiografi), adalah bagian atau unsur dari filsafat sejarah yang mempelajari dan mempertanyakan paling tidak tiga hal berikut:

a. Apa yang ditulis oleh berbagai ahli sejarah tersohor atau terkemuka di dunia baik yang dimasa silam maupun di masa kini.
b. Bagaimana cirri karya-karya sejarah mereka pada umumnya, adakah mereka (sejarawan) itu menulis dengan maksud dan tujuan-tujuan tertentu.
c. Dapatkah kita melihat suatu proses evolusi (perubahan) dari abad kea bad dalam cara para ahli (sejarawan) menggambarkan atau menjelaskan masa silam

2. Filsafat sejarah spekulatif adalah bagian dari filsafat sejarah yang mengkaji sejarah sebagai suatu proses. Seorang filsuf sejarah spekulatif memandang arus atau proses sejarah factual dalam keseluruhannya dan berusaha untuk menemukan suatu struktur dasar di dalam proses sejarah itu. Filsafat sejarah spekulatif mencari suatu struktur dalam yang tersembunyi tetapi ada di dalam proses historis yang menjelaskan mengapa sejarah berlangsung demikian. R.Z Leirrisa (1996) mengidentifikasikan filsafat sejarah spekulatif dengan istilah teori sejarah.

3. Filsafat sejarah kritis, adalah salah satu unsur filsafat sejarah yang didasarkan kepada obyek penelitian bagaimana masa silam itu dijelaskan. Seorang filsuf sejarah meneliti sarana-sarana (sepeerti metodologi, pendekatan, metode, prosedur, aturan, kaidah, dan sebagainya) yang digunakan oleh ahli sejarah di dalam menjelaskan masa silam dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Filsafat sejarah kritis sering pula dinamakan filsafat sejarah analitis. R.Z Leirissa (1996) mengidentifikasikan filsafat kritis dengan istilah metodologi sejarah.

Sedangkan filsafat sejarah formal membahas tentang hakekat sejarah (bukan jalannya peristiwa-peristiwa sejarah) yang dipandang sebagai suatu disiplin atau cabang pengetahuan yang khusus. Filsafat ini berurusan dengan tujuan-tujuan penyelidikan sejaah dan cara-cara sejarawan menggambarkan dan mengklasifikasikan bahan mereka, serta cara mereka sampai kepada penjelasan-penjelasan dan hipotesa-hipotesa, anggapan-anggapan dan prinsip-prinsip yang menggarisbawahi tatacara penyelidikan mereka dan hubungan-hubungan antara sejarah dengan bentuk-bentuk penyelidikan yang lain. Di sini menunjukan bahwa filsafat sejarah formal bertujuan untuk menguji serta menghargai metode ilmu sejarah dan kepastian dari kesimpulan-kesimpulannya.

Pemikiran Ankersmit merupakan suatu kajian terhadap suatu pengetahuan yang mendalam. Dimana dalam suatu kajian studi,ilmu pengetahuan selalu berpijak atau berasal ketika seorang melakukan perenungan filsafati. Maka saya pun setuju dengan pendapat Ankersmit yang menyatakan bahwa filsafat sejarah tak terpisahkan dengan teori sejarah.

Filsafat Sejarah Spekulatif dan Kritis

  • Filsafat Sejarah Spekulatif

Filsafat sejarah spekulatif adalah bagian dari filsafat sejarah yang mengkaji sejarah sebagai suatu proses. Seorang filsuf sejarah spekulatif memandang arus atau proses sejarah factual dalam keseluruhannya dan berusaha untuk menemukan suatu struktur dasar di dalam proses sejarah itu. Filsafat sejarah spekulatif mencari suatu struktur dalam yang tersembunyi tetapi ada di dalam proses historis yang menjelaskan mengapa sejarah berlangsung demikian. R.Z Leirrisa (1996) mengidentifikasikan filsafat sejarah spekulatif dengan istilah teori sejarah.

  • Filsafat Sejarah Kritis

Filsafat sejarah kritis, adalah salah satu unsur filsafat sejarah yang didasarkan kepada obyek penelitian bagaimana masa silam itu dijelaskan. Seorang filsuf sejarah meneliti sarana-sarana (sepeerti metodologi, pendekatan, metode, prosedur, aturan, kaidah, dan sebagainya) yang digunakan oleh ahli sejarah di dalam menjelaskan masa silam dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Filsafat sejarah kritis sering pula dinamakan filsafat sejarah analitis. R.Z Leirissa (1996) mengidentifikasikan filsafat kritis dengan istilah metodologi sejarah.

 

Menurut saya filsafat kritis-lah yang harus di utamakan. Dengan kita bersikap kritis terhadap suatu peritiwa sejarah maka kita akan lebih terpacu untuk menganalisis data – data tentang peristiwa sejarah. Peristiwa sejarah bukan hanya diambil dari garis besar kejadian sejarah,melainkan harus dianalisa dan dikritisasi kebenarannya. Keuntungan lain dengan kita lebih dapat lebih belajar mengenai pandangan – pandangan lain dan membandingkannya. Karena kunci dari Filsafat Sejarah Krtitis ialah perbandingan sumber yang ada.

Pemikiran Tokoh – Tokoh Filsafat Sejarah dan Model CLM

  • Leopold Von Ranke

Leopold Von Ranke (1795-1886), adalah sejarawan Jerman, ia memberikan reaksi terhadap aliran Romantisisme. Bila di zaman romatik penulisan sejarah banyak dihanyutkan oleh perasaan dan dibumbui oleh komentar serta keindahan, maka Leopold Von Ranke tampil mengadakan reaksi menentang Romantisisme dalam sejarah. Leopold Von Ranke mengemukakan bahwa perlu dibuangnya bungkus perasaan dalam sejarah, dengan menulis sejarah seperti kejadian yang sesungguhnya.
Abad kesembilan belas adalah suatu zaman agung bagi fakta, fakta secara keseluruhan dianggap memuaskan. Leopold Von Ranke mengemukakan, bahwa untuk mencapai penulisan sejarah sebagaimana sesungguhnya terjadi itu, diperlukan ke arah mencari kebenaran faktual. Leopold Von Ranke dengan amat yakin bahwa suratan takdir akan menentukan arti sejarah, sekiranya dia mengawasi fakta-faktanya. Untuk mencari kebenaran faktual diperlukan methode yaitu metode kritis. Di dalam metode kritis terdapat langkah-langkah antara lain, kritik ekstern dan intern terhadap sumber, mempunyai sikap kritis dan menggunakan perbandingan sumber. Leopold Von Ranke di dalam penulisan sejarah berusaha untuk dapat seobyektif mungkin, dan yakin bahwa sejarah dapat ditulis secara obyektif. Bertolak dari fakta sejarah dan digarap dengan metode kritis, Leopold Von Ranke yakin dapat menerangkan yang sebenarnya terjadi. Bapak metode sejarah kritis ini mengatakan bahwa ”Sejarah baru mulai apabila dokumen dapat dipahami, lagi pula, cukup banyak dokumen yang dapat dipercaya”. Selain itu ia juga berpendapat ”Fakta tidak perlu diwarnai, dihias, dengan maksud disesuaikan dengan selera atau nilai subjektif tetapi diungkapkan seperti apa adanya, jadi terlepas dari segala kepentingan”(2) . Adanya metode kritis dari Leopold Von Ranke ini, maka sejarah dianggap syah sebagai ilmu sejarah.

  • Georg Wilhelm Friedrich Hegel

Dalam pembahasan tentang dialektika Hegel terhadap filsafat sejarah kali ini, terlebih dahulu kita mengetahui filsafatnya tentang Yang Absolut atau Roh Mutlak, di mana Hegel mengatakan bahwa Yang Absolut adalah totalitas, yaitu seluruh kenyataan. Seluruh kenyataan ini dipahami Hegel sebagai suatu “proses menjadi”. Namun, Hegel tidak hanya menggambarkan pada suatu proses saja, melainkan apa yang menjadi tujuan dalam proses itu sendiri. Kemudian Hegel memahami Yang Absolut adalah sebagai subjek, di mana objeknya adalah dirinya sendiri. Sehingga Hegel membuat pernyataan bahwa Yang Absolut adalah subjek yang memikirkan dirinya sendiri atau pikiran yang memikirkan dirinya sendiri. Dengan kata lain, Hegel mengartikan Yang Absolut adalah Roh Mutlak.

Hegel juga mengatakan bahwa segala sesuatu atau fenomena dipahami sebagai aktivitas Roh, karena segala apapun ada dalam Roh. Dalam dunia Roh-lah yang menjadikan sejarah universal berada di dalamnya. Di mana secara umum kita mengetahui bahwa dunia tidak hanya mencakup pada alam fisik saja melainkan juga pada alam psikis. Akan tetapi dunia Roh di sini memiliki peran dalam metode perkembangannya yang merupakan salah satu tujuan substansial manusia.

Ini merupakan kunci penting pandangan Hegel tentang sejarah yang pandangannya berkaitan dengan Roh. Di mana secara substansi, hakikat Roh adalah kebebasan, karena semua kualitas yang ada pada Roh terletak dalam kebebasan dan kebebasanlah satu-satunya kebenaran Roh. Dalam filsafatnya, Hegel membagi Roh dalam dua bagian, yaitu Roh Subjektif dan Roh Objektif. Roh Subyektif memiliki tiga macam tahap peralihan dari alam kepada Roh, yaitu jiwa manusia yang merupakan tahap terendah yang dipahami sebagai subjek yang menginderai, tahap kedua adalah kesadaran diri, dan ketiga pikiran subjektif. Sedangkan Roh Objektif adalah Roh yang mengobjektivikasi diri dalam kehidupan sosial.

Dari sinilah sejarah dimasukkan ke dalamnya dan sejarah pun termasuk ke dalam Roh Objektif, seperti filsafat politik atau hukum. Kemudian Roh dikaitkan lagi dengan dialektika yang dipaparkan Hegel, di mana dalam dialektika Hegel dijelaskan bahwa proses dialektika mempunyai tiga fase, yaitu thesis, anti-thesis, dan sintesis.

Pemikiran Hegel yang senantiasa berdialektika terhadap realitas dan memandang adanya “realitas mutlak” atau Roh Mutlak atau idealisme mutlak dalam kehidupan, sangatlah mempengaruhi dalam memandang sejarah secara global, ini terbukti saat dialektikanya mampu memasukkan pertentangan di dalam sejarah sehingga dapat mengalahkan dalil-dalil yang bersifat statis. Bahkan hingga terbukti pembuktian- pembuktian ilmiah yang dihasilkan. Dari sanalah filsafat sejarah layak ditempatkan, sebagai bagian yang utuh dari dunia kefilsafatan.

Karena proses dialektika menuju Roh Yang Mutlak inilah yang kemudian memberikan dasar bagi filsafat Hegel mengenai sejarah. Baginya sejarah adalah proses realisasi Idea yang Mutlak. Pada mulanya, Ruh Absolut ini menampakkan dirinya pada dunia melalui bentuknya yang paling sederhana. Tetapi melalui proses dialektik, Ruh ini, yang menjadi determinan gerak laju sejarah, menjadi semakin kompleks dan akhirnya menampakkan dirinya sebagai Idea Yang Mutlak, yang tidak ada sesuatu selain dirinya sendiri.

Hegel juga memandang bahwa sejarah merupakan suatu kondisi perubahan atas realitas yang terjadi, dia pula yang menyatakan sejarah menjadi sebuah hasil dari dialektika, menuju suatu kondisi yang sepenuhnya rasional. Menurutnya dialektika merupakan proses restorasi yang perkembangannya berasal dari kesadaran diri, yang akhirnya akan mencapai kesatuan dan kebebasan yang berasal dari pengetahuan diri yang sempurna, dia pula merupakan suatu aktvitas peningkatan kesadaran diri atas pikiran yang menempatkan objek-objek yang nampak independen ke arah rasional, yang kemudian diadopsi Marx menjadi bentuk lain yakni “alienasi”.

  • R. G. Collingwood

R.G. Collingwood adalah seorang ahli filsafat terkemuka, terutama dalam bidang filsafat sejarah. Pada masa hayatnya dia adalah Guru Besar dalam bidang Filsafat Metafisika yang dijabatnya dari tahun 1935 sampai dengan tahun 1941 di Universitas Oxford Inggris. Namun pada masa hidupnya dia tidak begitu dikenal, tetapi setelah meninggal tahun 1943, barulah para ahli sejarah mengakui kehebatannya di dalam bidang sejarah dan mereka merasa berhutang budi kepadanya. Tulisan-tulisannya yang berupa makalah-makalah yang disampaikannya di dalam ceramah-ceramah, diterbitkan secara anumerta sehingga para ahli menamakan bukunya ini sebagai “one of the great voices of our time” sebagai satu pemikiran besar pada masa sekarang ini. Collingwood menganggap ide modern terhadap sejarah dimulai pada masa Herodotus sampai kepada masa sekarang ini. Baginya sejarah bukanlah apa yang dapat dibaca dari buku-buku dan dokumen-dokumen, karena itu hanya merupakan keinginan dari orang sekarang. Dalam pemikiran ahli sejarah adalah apabila dia memberikan kritik dan interpretasi dokumen-dokumen itu, yang dengan demikian memberikan bayangan baginya mengenai ciri-ciri dari pemikiran-pemikiran yang diselidikinya.

Secara singkat pandangan Collingwood mengenai masalah filsafat sejarah, pada dibagi kepada dua:

1. Mengenai ide modern yang berkembang semenjak Herodotus sampai abad ke 20.
2. Gambaran-gambaran filsafat mengenai sifat, isi dan metode sejarah.

  • Model CLM

model CLM (Cover Law Model). Model ini diperkenalkan oleh David Hume, seorang filosof dari Skotlandia (1712-1776). Model ini sebagai bentuk pengembangan metode penilitian imiah. Pada era abad 18-an diharuskan seluruh penilitian menggunakan pedoman eksata yang diwajibkan untuk membuat sebuah hukum atau teori sejarah. CLM disini mengenalkan sebuah hukum dalam pola suatu peristiwa sejarah. Berikut rumus dari CLM :

(1) C1 (C2, C3, …) E
(2) C1 (C2, C3, …)
(3) E
sehingga hukum tersebut menjadi patokan formal dalam menerangkan peristiwa sejarah. Adapun keterangan dari rumus diatas apabila dijadikan sebuah premis yaitu ;
(1) C1 (C2, C3, …) E ,Terdapat pola-pola C1 (C2, C3, …)yang dapat mendorong terjadinya suatu peristwa E.
(2) C1 (C2, C3, …) , Bila terdapat pola-pola yang sama maka dapat diperkirakan hasil dari kejadian yaitu
(3) E , Peristiwa E .
Maka dapat ditarik sebuah kesimpulan apabila terdapat ciri-ciri atau pola-pola sama dengan masa silam dapat memicu terjadinya peristiwa yang sama seperti masa lampau di masa sekarang.
Meski CLM dijadikan hukum secara umum dalam menerangkan peristiwa sejarah, namun model ini terdapat beberapa kekurangan sehingga dalam buku Anker Smith menyebutkan banyak dari kalangan filosof sejarah mengkritik model tersebut. Diantara para filosof yaitu W.H. Dray yang secara mati-matian menyerang CLM. Kekurangan dari model ini antara lain;(1) Jarak antara eksplanans dan ekplanandumnya. (2) Keberatan terhadap pola hukum probabilitas. (3) Sifat formal dari CLM.

Menurut saya teori yang paling dapat untuk dipertanggungjawabkan adalah teori Leopold von Ranke. Von ranke, yang mengembangkan penulisan sejarah dengan metode modern. Yaitu tidak hanya dengan memaparkan bukti bukti sejarah secara mentah akan tetapi juga memaparkan pendapat kita sebagai penulis sejarah. Hal ini membuktikan bahwa dalam mengungkap suatu peristiwa sejarah kita tidak mungkin mengungkap suatu kejadian sejarah hanya dengan bukti mentah tanpa menganalisis kebenarannya dan menarik suatu hubungan antara bukti sejarah satu dengan yang lainnya. Salah satu cara untuk membuktikan pendapat ini adalah dengan ilmu bantu yang lain,hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi kejadian yang sebenarnya.